Mulyadi Tanggapi Tunjada yang tak Dibayarkan
Wednesday, January 27, 2010
Add Comment
Satu bulan terakhir pasca keluarnya Surat Edaran (SE) Bupati Limapuluh Kota No.900/3005/DPKD/2009 tentang tidak dibayarkannya Tunjangan Daerah (Tunjada) atau tambahan penghasilan triwulan IV tahun anggaran 2009 bagi sekitar 7.000 PNS Limapuluh Kota dengan alasan defisit, permasalahannya terus mengancam dan bergulir. Apalagi setelah dibentuknya pansus oleh DPRD Limapuluh Kota.
Hal itu mendapat tanggapan beragam dari masyarakat, PNS dan pejabat berwenang. Salah satunya berasal dari alumni Perencanaan dan Kebijakan Publik Fakultas Eknomi Universitas Indonesia spesialisasi keuangan negara dan daerah, Mulyadi, ST.M.E. “Kebijakan tersebut keliru dan cenderung tidak popular, bingung dan panik ini menyalahi aturan, sesuai hirarki undang-undang, Perda ini tidak bisa dibatalkan oleh aturan di bawahnya seperti surat edaran,” katanya kepada Singgalang, Senin (25/1).
Makanya tidak salah terjadi kekisruhan. Ini kelemahan kinerja keuangan Limapuluh Kota dan jika diurut sudah sangat sistemik, parah dan berdampak besar tidak hanya terhadap pembangunan tetapi juga akan berdampak besar terhadap kinerja keuangan pada tahun 2010 nanti. Sebagai putra daerah dan cukup mengerti mengenai permasalahan anggaran, ini sudah pernah diungkap sebelumnya, terakhir pada awal Desember lalu.
Menurutnya, kekisruhan anggaran ini karena lemahnya komitmen bupati dan wakil bupati mulai pada penempatan personel pada setiap SKPD, sehingga mengakibatkan Sistem Pengendalian Internal (SPI) tidak berjalan dengan baik. Kepala daerah tidak merancang dan membenahi SPI agar pengelolaan keuangan daerah yang akuntable dan transparan tercapai.
Hal ini sejalan dengan hasil temuan dan saran BPK-RI setiap tahun. Lemahnya manajemen keuangan daerah hal ini telah mengakibatkan kurang akuratnya penghitungan anggaran, silpa, aset, inventaris dan modal yang dimiliki, sehingga pengelolaan rekening tidak optimal, ditambah pembahasan dan penetapan APBD yang selalu terlambat, sehingga penetapan asal jadi akibatnya sasaran yang ditetapkan tidak tercapai yang akan membuka peluang penyalahgunaan keuangan dan telah gagal memfungsikan anggaran dalam hal alokasi, distribusi, stabilisasi dan regulasi ungkap mantan staf ahli keuangan dan perbankan DPR-RI ini.
Bupati dan wakil bupati adalah pelaksana pemegang mandat rakyat untuk menjalankan pemerintahan sekaligus manajer keuangan daerah, Sekretaris daerah sebagai koordinator pengelolaan keuangan dan barang milik daerah serta inspektorat sebagai pengawas internal belum bekerja secara maksimal, seandainya pada saat pembahasan APBD perubahan lalu diungkapkan kepada DPRD dan setiap SKPD sudah melaporkan sisa anggaran di setiap rekeningnya serta target pembiayaan dan sumber penerimaan terdata dengan baik hal ini tak akan terjadi, ini kan sudah setiap tahun terjadi, apa tidak menjadi pelajaran?
Dua tahun yang lalu sisa lebih pembiayaan tahun berjalan (SILPA) Limapuluh Kota atau dana yang menganggur dan tidak kita pergunakan melebihi Rp150 miliar yang apabila dicermati dan bisa membelanjakan setiap nagari kita alokasikan bangun jalan sebesar Rp2 miliar semua jalan di Kabupaten Limapuluh Kota mungkin sudah diaspal.
“Sudah punya uang saja kita tidak bisa membelanjakan dan mengalokasikannya bagaimana kita bisa menggali potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD)? Yang akibatnya kita rasakan tahun 2009.
APBD defisit/kekurangan anggaran mencapai Rp90 miliar lebih, sehingga tak ada program dan proyek yang bisa dijalankan termasuk pembayaran tunjangan daerah PNS sebesar Rp9,5 miliar, multiplier effectnya adalah berkurangnya peredaran dana di masyarakat, dapat kita bayangkan peredaran uang Rp9.5 miliar ini tentu akan meringankan beban masyarakat lainnya, karena PNS kita akan membelanjakan uangnya di tengah-tengah masyarakat, yang tentunya peredaran uang di tengah-tengah masyarakat ini lebih baik daripada kita menghamburkan uang untuk aneka studi banding keluar daerah dan beli mobil dinas bukan?” ujar Peneliti UI yang telah mengunjungi lebih dari 200 kabupaten dan kota seluruh Indonesia ini.
Staf ahli Ketua Fraksi DPR-RI periode 2009-2014 ini menambahkan, melihat desain dan penetapan APBD 2010 yang juga defisit tidak kurang Rp40 miliar ini juga akan menjadi ancaman dan tekanan terhadap keuangan daerah sehingga pembangunan akan tersendat, pelayanan publik tidak optimal dan kinerja anggaran akan kembali menjadi sorotan.
Sebagai contoh anggaran pada dinas kesehatan untuk operasional puskesmas yang telah ditetapkan, jika diteliti secara mendalam akan menjadi tekanan terbesar, kalau tahun lalu setiap puskesmas mendapatkan dana operasional Rp120juta/tahun, maka tahun 2010 ini hanya dialokasikan Rp48 juta/tahun sehingga hanya mampu membiayai pelayanan publik sampai bulan April mendatang. (Singgalang)
Hal itu mendapat tanggapan beragam dari masyarakat, PNS dan pejabat berwenang. Salah satunya berasal dari alumni Perencanaan dan Kebijakan Publik Fakultas Eknomi Universitas Indonesia spesialisasi keuangan negara dan daerah, Mulyadi, ST.M.E. “Kebijakan tersebut keliru dan cenderung tidak popular, bingung dan panik ini menyalahi aturan, sesuai hirarki undang-undang, Perda ini tidak bisa dibatalkan oleh aturan di bawahnya seperti surat edaran,” katanya kepada Singgalang, Senin (25/1).
Makanya tidak salah terjadi kekisruhan. Ini kelemahan kinerja keuangan Limapuluh Kota dan jika diurut sudah sangat sistemik, parah dan berdampak besar tidak hanya terhadap pembangunan tetapi juga akan berdampak besar terhadap kinerja keuangan pada tahun 2010 nanti. Sebagai putra daerah dan cukup mengerti mengenai permasalahan anggaran, ini sudah pernah diungkap sebelumnya, terakhir pada awal Desember lalu.
Menurutnya, kekisruhan anggaran ini karena lemahnya komitmen bupati dan wakil bupati mulai pada penempatan personel pada setiap SKPD, sehingga mengakibatkan Sistem Pengendalian Internal (SPI) tidak berjalan dengan baik. Kepala daerah tidak merancang dan membenahi SPI agar pengelolaan keuangan daerah yang akuntable dan transparan tercapai.
Hal ini sejalan dengan hasil temuan dan saran BPK-RI setiap tahun. Lemahnya manajemen keuangan daerah hal ini telah mengakibatkan kurang akuratnya penghitungan anggaran, silpa, aset, inventaris dan modal yang dimiliki, sehingga pengelolaan rekening tidak optimal, ditambah pembahasan dan penetapan APBD yang selalu terlambat, sehingga penetapan asal jadi akibatnya sasaran yang ditetapkan tidak tercapai yang akan membuka peluang penyalahgunaan keuangan dan telah gagal memfungsikan anggaran dalam hal alokasi, distribusi, stabilisasi dan regulasi ungkap mantan staf ahli keuangan dan perbankan DPR-RI ini.
Bupati dan wakil bupati adalah pelaksana pemegang mandat rakyat untuk menjalankan pemerintahan sekaligus manajer keuangan daerah, Sekretaris daerah sebagai koordinator pengelolaan keuangan dan barang milik daerah serta inspektorat sebagai pengawas internal belum bekerja secara maksimal, seandainya pada saat pembahasan APBD perubahan lalu diungkapkan kepada DPRD dan setiap SKPD sudah melaporkan sisa anggaran di setiap rekeningnya serta target pembiayaan dan sumber penerimaan terdata dengan baik hal ini tak akan terjadi, ini kan sudah setiap tahun terjadi, apa tidak menjadi pelajaran?
Dua tahun yang lalu sisa lebih pembiayaan tahun berjalan (SILPA) Limapuluh Kota atau dana yang menganggur dan tidak kita pergunakan melebihi Rp150 miliar yang apabila dicermati dan bisa membelanjakan setiap nagari kita alokasikan bangun jalan sebesar Rp2 miliar semua jalan di Kabupaten Limapuluh Kota mungkin sudah diaspal.
“Sudah punya uang saja kita tidak bisa membelanjakan dan mengalokasikannya bagaimana kita bisa menggali potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD)? Yang akibatnya kita rasakan tahun 2009.
APBD defisit/kekurangan anggaran mencapai Rp90 miliar lebih, sehingga tak ada program dan proyek yang bisa dijalankan termasuk pembayaran tunjangan daerah PNS sebesar Rp9,5 miliar, multiplier effectnya adalah berkurangnya peredaran dana di masyarakat, dapat kita bayangkan peredaran uang Rp9.5 miliar ini tentu akan meringankan beban masyarakat lainnya, karena PNS kita akan membelanjakan uangnya di tengah-tengah masyarakat, yang tentunya peredaran uang di tengah-tengah masyarakat ini lebih baik daripada kita menghamburkan uang untuk aneka studi banding keluar daerah dan beli mobil dinas bukan?” ujar Peneliti UI yang telah mengunjungi lebih dari 200 kabupaten dan kota seluruh Indonesia ini.
Staf ahli Ketua Fraksi DPR-RI periode 2009-2014 ini menambahkan, melihat desain dan penetapan APBD 2010 yang juga defisit tidak kurang Rp40 miliar ini juga akan menjadi ancaman dan tekanan terhadap keuangan daerah sehingga pembangunan akan tersendat, pelayanan publik tidak optimal dan kinerja anggaran akan kembali menjadi sorotan.
Sebagai contoh anggaran pada dinas kesehatan untuk operasional puskesmas yang telah ditetapkan, jika diteliti secara mendalam akan menjadi tekanan terbesar, kalau tahun lalu setiap puskesmas mendapatkan dana operasional Rp120juta/tahun, maka tahun 2010 ini hanya dialokasikan Rp48 juta/tahun sehingga hanya mampu membiayai pelayanan publik sampai bulan April mendatang. (Singgalang)
0 Response to "Mulyadi Tanggapi Tunjada yang tak Dibayarkan"
Post a Comment